APRESIASI PUISI

APRESIASI PUISI YANG BERJUDUL TUTUL 
KARYA MARDI LUHUNG

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
       Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengung­kapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan diusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Sebagai salah satu karya sastra, harus diakui kalau puisi memang memiliki posisi yang unik. Ada unsur kebebasan yang mungkin saja melampaui prosa. Permainan bahasa dengan makna-makna yang kuat dan imajinatif. Sehingga dapat menghadirkan nuansa misteri ataupun penasaran yang menarik bagi pembaca.
       Nurgiyantoro (1995: 26-27) menyatakan bahwa, sebuah bentuk sastra disebut puisi jika di dalamnya terdapat pendayagunaan berbagai unsur bahasa untuj mencapai efek keindahan. Bahasa puisi tentulah singkat, padat dengan sedikit kata, tetapi dapat mendialogkan sesuatu yang lebih banyak. Pendayagunaan unsur bahasa untuk memperoleh keindahan itu antara lain, dapat dicapai lewat permainan bunyi, yang biasanya berupa berbagai bentuk perulangan untuk memperoleh efek persajakan dan irama yang melodis. Maksud pendapat tesebut menurut peneliti yaitu penyampaian puisi biasanya berisi kata dan kalimat yang jelas dan sederhana, hal ini dimaksudkan agar pembaca sanggup memahami makna puisi tersebut. melalui puisi seseorang juga bisa menyuarakan apa yang ingin di katakan meskipun tidak secara langsung. Puisi juga dapat disajikan melalui iringan sebuah bunyi dengan tujuan dapat menimbulkan efek penjiwaan yang mendalam bagi penikmat puisi itu sendiri.
        Pradopo (1994: 59) menyatakan bahwa, karya sastra merupakan karya yang bersifat imajinatif. Artinya karya sastra itu terjadi akibat penanganan dan hasil penanganan itu adalah penemuan baru, kemudian penemuan baru itu disusun ke dalam suatu sistem dengan kekuatan imajinasi, sehingga tercipta suatu dunia baru yang sebelumnya belum ada sastra adalah kehidupan, sedangkan kehidupan adalah permainan yang paling menarik. Dilihat dari segi bahasa yang dipakai oleh pengarang, cara penulisan dalam sebuah karya sastra, dan latar belakang terciptanya sebuah karya sastra tersebut. Karya sastra bersifat spiritual dapat diartikan bahwa karya sastra tersebut dapat mempengaruhi jiwa seorang pembaca, sehingga pembaca seolah-olah terbawa dan merasakan sendiri kejadian yang ada di dalam cerita novel. Manfaat lain dari karya sastra yaitu dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni.
        Menurut Aminuddin (2009: 29), keindahan bahasa atau fungsi estetis dalam sebuah karya sastra, sekaligus akan menambah bobot karya sastra tersebut. Gaya bahasa merupakan perwujudan gagasan pengarangnyaMaksud dari pernyataan tersebut adalah gaya bahasa berhubungan erat dengan cara pengarang menampilkan gagasan pada karyanya. Penampilan dan pengekspresian gagasan itu terwujud dalam bentuk gaya bahasa dengan beraneka ragamnya. Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra meski dibalut dalam semangat kreatifitas, tidak lepas dari selera dan kecendrungan subjektif, aspirasi dan opini personal ketika merespon objek di luar dirinya, serta muatan-muatan individualis yang melekat pada diri penulisnya, sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas kehidupan.











BAB II
PEMBAHASAN
B.       STRUKTUR PUISI
Tutul Karya Mardi Luhung
Dulu, setelah dibersihkan, bumi tampak elok. Air pun mengalir. Gunung berjejak. Angin bertiup pelan. Dan yang jalan, terbang dan berenang dibiarkan bertempat.
Dulu setelah hari berganti, ada juga yang membuang warna. Semula cuma tutul kecil. Lalu membesar. Dan berpusaran. Mengingatkan kaki badai dan topan.
Dulu, setelah setelah pusaran kaki badai dan topan reda, bumi elok jadi kelabu. Malam jadi agak berat. Relung terbuka. Dan gua dan terowongan jadi memanjang dan telanjang.
Dulu, yang berdiri tegak, pun segera belajar menunjuk. Menggaris. Memetak. Lalu menjinakkan si mamalia untuk dihela dan ditunggangi. Juga dinikmati susunya.
Dulu, dulu dan dulu, mulailah perebutan hari itu. Dan bumi elok pun disergap gerhana, gempa, bandang. Juga bergantinya yang awal menitah dan yang dititahkan.
Atau yang mesti terusir dan mengusir. Atau yang tak lalai pintu rumah depan sebagai pengingat. Tapi, sayangnya, kami selalu acuh tak acuh, seperti hasrat kisut.
Yang pelan-pelan mengerut. Dan berputaran di punggung kura-kura tua yang oleng.







1.    Unsur Intrinsik Puisi yang berjudul Nyanyian Indah dari Seorang Ibu
a.       Tema : Tema adalah ide atau gagasan yang menduduki tempat utama di dalam cerita.
Puisi Tutul Karya Mardi Luhung mempunyai tema keharmonisan dunia pada masa lalu. Hal ini di pertegas pada bait di bawah ini:
Dulu, setelah dibersihkan, bumi tampak elok. Air pun mengalir. Gunung berjejak. Angin bertiup pelan. Dan yang jalan, terbang dan berenang dibiarkan bertempat.
b.      Perasaan : Suasana perasaan sang penyair yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Pada puisi ini penyair mengekspresikan sebuah kenangan keindahan yang tidak dirasakan dan didapatkan saai ini. Terbukti pada dalam bait-bait puisi di bawah ini.
Atau yang mesti terusir dan mengusir. Atau yang tak lalai pintu rumah depan sebagai pengingat. Tapi, sayangnya, kami selalu acuh tak acuh, seperti hasrat kisut.
c.       Nada dan Suasana
·      Nada yang disampaikan seorang penyair tersebut menjelaskan bagaimana keindahan dan keharmonisan alam pada masa lalu begitu mententramkan, yang tidak dirasakan pada saat sekarang.
·      Suasana hati yang diungkapkan penyair tersebut berisi penyesalan. Hal tersebut diperkuat pada bagian bait terakhir.
d.      Amanat: Pesan yang ingin disampaikan oleh Pengarang.
Maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam puisi tersebut yakni, pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca gambaran-gambaran keindahan, keharmonisa, daan ketentraman dunia atau alam pada masa dulu, yang tidak diketemukan lagi pada masa saat ini.
e.       Bahasa Figuratif (Majas): Bahasa kiasan yang mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.
Pada puisi ini terdapat majas Interupsi, Enumerasio dan Personifikasi
·         Majas Interupsi:  Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di dalam kalimat pokok untuk lebih menjelaskan sesuatu dalam kalimat.
Dulu, dulu dan dulu, mulailah perebutan hari itu. Dan bumi elok pun disergap gerhana, gempa, bandang. Juga bergantinya yang awal menitah dan yang dititahkan.
·         Majas Enumerasio: Beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan, dilukiskan satu persatu agar tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak dengan jelas.
Dulu setelah hari berganti, ada juga yang membuang warna. Semula cuma tutul kecil. Lalu membesar. Dan berpusaran. Mengingatkan kaki badai dan topan.
·         Majas Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Atau yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup. Majas tersebut ditemukan pada kata-kata berikut.
Gunung berjejak, kaki badai.
f.       Rima dan Ritme
·      Rima: Unsur bunyi untuk menimbulkan kemerduan puisi, unsur yang dapat memberikan efek terhadap makna nada dan suasana puisi, dan juga rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada puisi tersebut menggunakan rima disonansi dimana vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata seperti pada asonasi diatas tadi memberikan kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
·      Ritme: Ritme adalah pengulangan bunyi, kata, frase dan kalimat pada puisi.
Dulu, bumi, yang, elok.
g.      Diksi : Pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca.
Contoh: - Dan bumi elok pun disergap gerhana, gempa, bandang.
-    bumi tampak elok, Air pun mengalir. Gunung berjejak. Angin bertiup pelan.
h.      Pengimajian atau Citraan: Suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk menggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam jiwa pembaca.
·         Citraan Penglihatan: Dulu setelah hari berganti, ada juga yang membuang warna. Semula cuma tutul kecil. Lalu membesar.
Yang pelan-pelan mengerut. Dan berputaran di punggung kura-kura tua yang oleng.
·         Citraan Pendengaran: Angin bertiup pelan.
·         Citraan Rasa: Atau yang mesti terusir dan mengusir. Atau yang tak lalai pintu rumah depan sebagai pengingat. Tapi, sayangnya, kami selalu acuh tak acuh, seperti hasrat kisut.
2.      Unsur Ekstrinsik Puisi yang berjudul Tutul
a.       Latar belakang penulis: Mardi Luhung tinggal di Gresik, Jawa Timur. Buku puisinya, Buwun (2010), mendapat Khatulistiwa Literary Award 2010.
b.      Nilai sosial: nilai sosial pada puisi tersebut menggambarkan kepedulian kita terhadap lingkungan, dan rasa penyesalan kita yang tidak menjaganya dengan baik.
c.       Nilai moral: nilai-nilai moral pada pisi tersebut dijelaskan pada setiap bait-bait yang tertulis, inti dari nilai moral puisi Tulung Karya Mardi Luhung yakni, nilai moral manusia kepada lingkungan, atau bisa dideskripsikan bagaimana kwajiban kita sebagai manusia untuk tetap menjaga keharmonisan lingkungan.





BAB III
PENUTUP
C.      KESIMPULAN
       Berdasarkan hasil apresiasi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan karya sastra yang mengungkapkan perasaan, pikiran baik imajinasi, maupun kongkrit yang bahasanya singkat, lugas, mempunyai keindahan, dan memiliki makna yang sangat luas. Sehingga secara tidak langsung pembaca akan menikmati dan bisa menangkap apa pesan atau amanat pada puisi yang telah di baca.  Dan secara khusus, kesimpulan puisi tersebut menggambarkan salah satu kwajiban yang ditinggalkan, rasa penyesalan dan curahan hati seseorang, yang tidak mampu merawat lingkungan dengan baik. Bahkan dulu ia merasa acuh tak acuh, hingga sekarang bencana terjadi dimana-mana, keindahan, keharmonisan yang dulu ada, sekarang tidak lagi dijumpai lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar