ANALISIS PUISI YANG BERJUDUL DOA HUJAN KARYA NARUDIN

ANALISIS PUISI
YANG BERJUDUL DOA HUJAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN STILISTIKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Nurgiyantoro (1995: 26-27) menyatakan bahwa, sebuah bentuk sastra disebut puisi jika di dalamnya terdapat pendayagunaan berbagai unsur bahasa untuj mencapai efek keindahan. Bahasa puisi tentulah singkat, padat dengan sedikit kata, tetapi dapat mendialogkan sesuatu yang lebih banyak. Pendayagunaan unsur bahasa untuk memperoleh keindahan itu antara lain, dapat dicapai lewat permainan bunyi, yang biasanya berupa berbagai bentuk perulangan untuk memperoleh efek persajakan dan irama yang melodis. Maksud pendapat tesebut menurut peneliti yaitu penyampaian puisi biasanya berisi kata dan kalimat yang jelas dan sederhana, hal ini dimaksudkan agar pembaca sanggup memahami makna puisi tersebut. melalui puisi seseorang juga bisa menyuarakan apa yang ingin di katakan meskipun tidak secara langsung. Puisi juga dapat disajikan melalui iringan sebuah bunyi dengan tujuan dapat menimbulkan efek penjiwaan yang mendalam bagi penikmat puisi itu sendiri.
       Pada dasarnya puisi merupakan salah satu karya sastra yang paling sederhana dibandingkan beberapa karya sastra lainnya, seperti prosa (cerpen, novel, novelet dll) dan drama. Aminuddin (1995: 67) mengemukakan terdapat  jenis karya sastra yaitu puisi dan prosa fiksi. Puisi membutuhkan efek-efek motif yang mempengaruhi karya sastra. Memperoleh efek-efek tersebut dapat melalui kebahasaan, paduan bunyi, penggunaan tanda baca, cara penulisan dan lain sebagainya. Puisi bisa dikatakan karya sastra paling sederhana, sebab semua orang dapat menulis puisi.
        Pradopo (1994: 59) menyatakan bahwa, karya sastra merupakan karya yang bersifat imajinatif. Artinya karya sastra itu terjadi akibat penanganan dan hasil penanganan itu adalah penemuan baru, kemudian penemuan baru itu disusun ke dalam suatu sistem dengan kekuatan imajinasi, sehingga tercipta suatu dunia baru yang sebelumnya belum ada sastra adalah kehidupan, sedangkan kehidupan adalah permainan yang paling menarik. Dilihat dari segi bahasa yang dipakai oleh pengarang, cara penulisan dalam sebuah karya sastra, dan latar belakang terciptanya sebuah karya sastra tersebut. Karya sastra bersifat spiritual dapat diartikan bahwa karya sastra tersebut dapat mempengaruhi jiwa seorang pembaca, sehingga pembaca seolah-olah terbawa dan merasakan sendiri kejadian yang ada di dalam cerita novel. Manfaat lain dari karya sastra yaitu dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni.
Sastra terbagi atas dua jenis yaitu sastra lama dan modern. Sastra ini menjadi objek yang diamati dalam penelitian sastra, sastra modern dapat meliputi puisi, prosa maupun drama. Berdasarkan hal tersebut menurut Ratna (2009: 19) dari ketiga jenis sastra modern dan sastra lama, puisilah yang paling sering digunakan dalam penelitian stilistika. Puisi memiliki ciri khas yaitu kepadatan pemakaian bahasa sehingga paling besar kemungkinannya untuk menampilkan ciri-ciri stilistika. Dibandingkan dengan prosa yang memiliki ciri khas pada cerita (plot) sedangkan ciri khas drama pada dialog.

BAB II
LANDASAN TEORI

B.       Kajian Teori
1.      Pendekatan Stilistika
      Amninuddn (1995: 61) menyatakan bahwa, kajian sastra sebagai sasaran kajian stilistika antara lain terwujud sebagai print out ataupun tulisan. Print out tersebut dapat berupa akata-kata, tanda baca, gambar, serta bentuk tanda lain yang dianalogikan sebagai kata-kata. Secara potensial print out itu dapat membuahkan a) gambaran obyek atau peristiwa, b) gagasan, c) satuan isi, d) ideologi. Sebab print out tersebut merupakan wujud perlambangan sekaligus ertefak kebudayaan yang mengandung sesuatu dari luar wujud konkretnya sendiri. Dalam semiotika atau studi tentang sistem lambang dan proses pemaknaannya, wujud perlambangan itu disebut tanda. Dari sudut pandang linguistik, wujud konkret perlambangan itu lazimnya hanya dibatasi pada tataran kata, kalimat dan wacana.
       Amninuddn (1995: 66) menyatakan bahwa, tanda yang digunakan dalam penulisan karya sastra, antara yang satu dengan yang lainnya membentuk hubungan secara sistematis. Sebab itu istilah signal dapat pula dinyatakan sebagai sistem tanda. Dalam kesadaran batin penafsirannya, sitem tanda tersebut secara asosiatif dapat a) menampilkan gambaran obyek dalam berbagai cirinya, b) memiliki hubungan dengan benda lain yang tidak dinyatakan secara langsung, c) mengemban makna tertentu sesuai dengan konvensi masyarakat pemakainya, dan d) mengemban pesan atau pengertian secara tersirat yang dapat ditelusuri lewat pemahaman gambaran makna dalam sistem tandanya dan penggalian nilai dalam konteks sosial budaya.
       Meskipun demikian boleh saja muncul penafsiran bahwa kreasi sastra yang memberi kesan bersifat khas dan baru tersebut merupakan transformasi atau pengubahan dan pengembangan dari sitem dan kaidah inti yang telah ada. Dalam pengembangan lanjut, hasil kajian satra itu pun idealnya secara kritis juga dapat memberikan masukan bagi pemantapan dan pengembangan sejumlah bentuk kegiatan menyangkut kesusatraan.
       Sesuai dengan pengertian stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan, dari kompleksitas dan unsur pembentuk karya sastra itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan sistem tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada sistem tanda, untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan sistem tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasannya pengkaji perlu juga memahami a) gambaran objek peristiwa, b) gagsan, c) satuan isi, d) ideologi yang terkandung dalam karya sastra.
       Amninuddn (1995: 70) menyatakan bahwa, ditinjau dari keperluan studi stilistika dalam konteks kajian sastra pendekatan seyogyanya mampu a) memberikan gambaran keberadaan karya sastra secara relatif utuh, b) memandu pengkaji dalam menentukan peta dan titik permasalahan yang digeluti, dan c) memberikan gambaran tahap kegiatan yang harus ditempuh. Asumsi yang disusun sebagai dasar pemilihan pendekatan itu misalnya:
1)      Karya sastra dalah gejala sistem tanda yang secara potensial mengandung gambaran obyek, gagasan, pesan dan nilai ideologis.
2)      Karya sastra adalah gejala komunikasi puitik yang secara imajinatif dapat mengandaikan adanya penutur, tanda yang dapat ditransformasikan ke dalam kode kebahasaan dan penganggap.
3)      Dalam kesadaran batin penganggap karya sastra dapat menggambarkan unsur-unsur yang ada dalam tingkatan dan hubungan tertentu secara sistematis.
4)      Unsur-unsur dalam karya sastra secara konkret terwujud dalam bentuk penggunaan sistem tanda sesuai dengan cara yang ditempuh pengarang dalam menyampaikan gagasannya.



BAB III
PEMBAHASAN
Puisi Doa Hujan Karya Narudin
Di jendela hujan berdoa.
Gemercik memekatkan malam
Seperti langit dan bumi, kita diam.
Semoga esok masih menyapa kita.

Di bawah atap daun pisang
Menghujam, memeluk doa hujan dengan akrab.
Ia memandang rinai-rinainya dengan mata sembab
Sebab esok ia akan pulang mengucapkan salam perpisahan

 “Selamat jalan!
Jalan yang akan kau tempuh begitu jauh.
Jabat erat tanganku sungguh-sungguh
Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan.”

1.      Parafrase Puisi Doa Hujan Karya Narudin
       Di luar jendela rumah ini hujan diluar seolah-olah sedang berdoa kepada Tuhannya.Gemericik air hujan ini terasa memekatkan malam yang bertambah sunyi
Seperti jarak langit dan bumi, membuat kita di sini diam tanpa sepatah katapun yang keluar. Semoga hari esok masih menyapa dan mempertemukan kita berdua.
       Di bawah atap daun pohon pisang ini kita berdua berteduh. Kabar akan kepergianmu esok terasa menghujam hatiku, di sini aku bagaikan memeluk doa hujan di luar sana dengan akrab. Ia terlihat memandang rinai-rinainya dengan mata yang sembab karena isak tangisannya.Sebab esok ia akan segera pulang dan mengucapkan salam perpisahan kepadaku
       “Selamat jalan! kasih, jangan pernah lupakan aku disini, berhati-hatilah sebab jalan yang akan kau tempuh esok begitu jauh. Jabat erat tanganku ini dengan sungguh-sungguh, karena esok kita tidak akan saling berpegangan tangan seperti ini lagi. Sebelum kau melupakanku di sini, sebelum kau dilupakan hujan yang esok akan berjatuhan.”

2.      Makna Konotatif Puisi Doa Hujan Karya Narudin
       Makna konotatif merupakan makna yang tidak sebenarnya, dan merujuk pada hal lain. Berikut makna konotatif yang terdapat pada puisi Doa Hujan.
·         Di jendela hujan berdoa
·         Semoga esok masih menyapa
·         Memeluk doa hujan dengan akrab
·         Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan.
3.       Pemaknaan terhadap Puisi Doa Hujan  karya Narudin.
       Bait Pertama
       “Di jendela, hujan berdoa” mempunyai makna terlihat dari sebuah jendela rumah ini, hujan yang turun di luar bersamaan ketika aku sedang memanjatkan doa. “Gemericik memekatkan malam” mempunyai makna gemericik air hujan yang jatuh ke bawah di malam hari. “Seperti langit dan bumi, kita diam” mempunyai makna bagaikan langit dan bumi yang saling berjauhan, tidak mungkin bisa bersatu. “Semoga esok masih menyapa kita” mempunyai makna semoga kelak engkau tidak melupakanku. Semoga kita tidak saling melupakan.
       Bait Kedua
       “Di bawah atap, daun pisang menghujam” mempunyai makna ketika kita berada di bawah sehelai daun pisang. “memeluk doa hujan dengan akrab” mempunyai makna saling memanjatkan doa, ketika turun hujan. “Ia memandang rinai-rinainya dengan mata sembab” mempunyai makna Ia memandang air hujan dengan menangis, dan menitikkan air mata. “sebab esok ia akan pulang mengucapkan salam perpisahan” mempunyai makna karena esok dia akan pergi meninggalkanku di sini.
       Bait Ketiga
       “Selamat jalan” mempunyai makna sebuah ucapan kepada seseorang yang akan pergi maupun yang akan ditinggal pergi. “Jalan yang akan kau tempuh begitu jauh” mempunyai makna tempat yang akan di tuju, adalah tempat yang jauh dari sini. “Jabat erat tanganku sungguh-sungguh” mempunyai makna, ia menyuruh memegang erat tangan ini. “Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan.” mempunyai makna, sebelum engkau melupakanku suatu saat nanti.


4.      Analisis Menggunakan Pendekatan Stilistika
       Kajian stilistika puisi Doa Hujan karya Narudin akan dibagi dalam lima aspek yaitu gaya bunyi, gaya kata (diksi), bahasa figuratif dan citraan. Berikut ini  hasil analisis puisi Doa Hujan karya Narudin.
Doa Hujan
Di jendela hujan berdoa.
Gemercik memekatkan malam
Seperti langit dan bumi, kita diam.
Semoga esok masih menyapa kita.

Di bawah atap daun pisang
Menghujam, memeluk doa hujan dengan akrab.
Ia memandang rinai-rinainya dengan mata sembab
Sebab esok ia akan pulang mengucapkan salam perpisahan

 “Selamat jalan!
Jalan yang akan kau tempuh begitu jauh.
Jabat erat tanganku sungguh-sungguh
Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan.”
a.       Gaya bunyi
       Fonem atau gaya bunyi merupakan unsure lingual terkecil dalam satuan bahasa yang dapat menimbulkan dan, atau membedakan arti tertentu. Fonem terdiri dari vocal (bunyi hidup seperti a, i, u, e, o, u) dan konsonan (bunyi mati seperti b, f, g, h, j, l, k dan sebagainya). Sajak yang digunakan dalam puisi Doa Hujan pada bait pertama secara keseluruhan menggunakan pola abba. Hal tersebut dibuktikan pada lirik puisi pada bait pertama berikut ini.
Di jendela hujan berdoa.
Gemercik memekatkan malam
Seperti langit dan bumi, kita diam.
Semoga esok masih menyapa kita.
Di bawah atap daun pisang
Menghujam, memeluk doa hujan dengan akrab.
Ia memandang rinai-rinainya dengan mata sembab
Sebab esok ia akan pulang mengucapkan salam perpisahan
“Selamat jalan!
Jalan yang akan kau tempuh begitu jauh.
Jabat erat tanganku sungguh-sungguh
Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan.”

       Pada bait pertama puisi Doa Hujan menggunakan akhiran kata yang bersajak abba. Pada baris pertama berakhir dengan kata berdoa, mempunyai kesamaan dengan baris ke empat dengan kata kita sama-sama berakhir dengan bunyi U, sedangkan pada baris kedua berakhir dengan kata malam dan baris ke tiga berakhir dengan kata diam, berakhir dengan bunyi M (konsonan). 
       Pada bait ke dua juga bersajak abba. Pada baris ke lima berakhir dengan kata pisang, mempunyai kesamaan penekanan dengan baris ke delapan dengan kata perpisahan, sedangkan pada baris ke enam berakhir dengan kata akrab dan baris ke tujuh berakhir dengan kata sembab, berakhir dengan bunyi yang sama. 
       Pada bait ke tiga juga bersajak abba. Pada baris ke sembilan berakhir dengan kata jalan, mempunyai kesamaan bunyi dengan baris ke dua belas dengan kata berjatuhan, sedangkan pada baris ke sepuluh berakhir dengan kata jauh dan baris ke sebelas berakhir dengan kata sungguh-sungguh, berakhir dengan bunyi yang sama. 
b.      Gaya kata atau diksi
       Gaya kata atau diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca.
Contoh: Di jendela hujan berdoa, Gemercik memekatkan malam, Jabat erat tanganku sungguh-sungguh.
c.       Bahasa figuratif
Bahasa Figuratif (Majas): Bahasa kiasan yang mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.
Pada puisi ini terdapat majas personifikasi, simile, pleonasme
1.      Majas PersonifikasiPengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Atau yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup. Majas tersebut ditemukan pada kalimat berikut.
·         Hujan berdoa, menggambarkan seolah-olah hujan adalah manusia yang sedang memanjatkan doa.
·         Semoga esok masih menyapa, menggambarkan bahwa sifat hujan memiliki sifat seperti manusia, atau mewakili sifat manusia.
·         Memeluk doa hujan dengan akrab, menggambarkan seolah-olah doa hujan adalah manusia.
2.      SimilePengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti, layaknya, bagaikan,  umpama, ibarat,bak, bagai. Majas tersebut ditemukan pada kalimat berikut. Seperti langit dan bumi, kita diam.
3.      Pleonasme: Majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud menegaskan arti suatu kata. Majas tersebut ditemukan pada kalimat berikut. Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan, Jabat erat tanganku sungguh-sungguh.
d.        Citraan
Pengimajian atau Citraan: Suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk menggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam jiwa pembaca.
·         Citraan Penglihatan: Ia memandang rinai-rinainya dengan mata sembab, Sebelum kau dilupakan hujan yang berjatuhan.
·         Citraan Pendengaran: Seperti langit dan bumi, kita diam.
·         Citraan Rasa: Gemercik memekatkan malam, Jabat erat tanganku sungguh-sungguh, Menghujam, memeluk doa hujan dengan akrab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar